
Banyak mitos berkembang di masyarakat kita yang berkaitan dengan upaya-upaya atau cara menjebak maling (membuat sial) pelaku kejahatan. Salah satu contoh adalah mitos bahwa pencuri terutama yang beroperasi pada malam hari menjadi sial (Jawa: apes), manakala tuan rumah (yang wanita) berani melawannya dengan telanjang bulat.
Secara logika, metode ini bisa diterima akal disebabkan “pemandangan” porno itu mampu membuyarkan konsentrasi penjahat. Sehingga penjahat itu memilih mengalihkan perhatiannya. Apakah memilih menghindar dari pemandangan itu atau justru menikmatinya.
Keyakinan yang terjadi pada masyarakat tradisional ini mengingatkan kita akan kisah seorang amat sakti yang menghadapi hukuman rnati. Beberapa kali pedang algojo tak mampu membuatnya terluka, hingga akhirnya ditemukan suatu cara yaitu menghadirkan wanita cantik dalam keadaan telanjang bulat di depannya.
Nah, ketika orang sakti itu terpesona dengan pemandangan itu, algojo langsung menebaskan pedangnya. Dan matilah orang itu. Ilmu kebal yang semula mampu melindungi kulitnya dari ketajaman pedang akhirnya sirna seiring menyikirnya konsentrasinya.
Para spiritualis jaman sekarang menyikapi kejadian itu dalam bahasa “konsentrasi”, sedangkan para ahli hikmah menjelaskan bahwa ilmu kebal yang dimiliki orang sakti itu karena khodam (pelindung).
Maka, ketika dihadapkan khodam itu dengan orang telanjang, khodam tersebut pun menyingkir. Dan konsep ini pula yang menyebabkan banyak orang perlu mengoleskan minyak babi pada pelor, senjata tajam pada saat ia berhadapan dengan orang yang dianggap punya ilmu kebal.
Bahkan para atlet sepak bola yang sudah tergabung dalam divisi utama pun ada yang kemana dia bertanding ia selalu membawa minyak babi. Begitu masuk lapangan ia olesi telapak tangannya dengan minyak babi dengan keyakinan ilmu gaib tidak bisa mempengaruhi laju bola itu.
Kembali pada masalah telanjang bulat untuk melemaskan pencuri itu, menurut mitos yang berlaku hanya wanita tualah yang disarankan untuk melakukannya. Maka penulis tidak habis mengerti, apalah jadinya jika pencuri itu termasuk mata keranjang. Boleh jadi wanita muda yang berani telanjang di depannya itu malah yang menjadi korban pencuriannya.
Selain mitos telanjang, berkembang pula mitos tentang ludah. Konon, menurut keyakinan masyarakat tempo dulu, pencuri yang tertangkap kemudian diludahi telapak tangannya maka untuk seterusnya pencuri itu menjadi apes (sial).
Artinya, setiap kali ia beraksi maka selalu gagal. Sulit mendapatkan hasil kejahatan dan lebih sering tertangkap basah. Sehingga di desa-desa, jika ada pencuri tertangkap, selain dipukuli bagian tubuhnya juga kedua tangannya selalu diludahi.
Namanya juga mitos, Anda masih percaya?